Jakarta, NU Online - Banyak hal bisa anda ambil dari orasi ilmiah Gus Yahya saat penganugerahan Doctor Honoris Causa yang beliau dapat dari UIN Sunan Kalijaga (13/2/23).
Pertama, sebagai bukti kesungguhannya ingin menjadikan nilai ajaran islam bisa berkontribusi bagi peradaban dunia, Ketua Umum PMBNU ini fasih berbahasa inggris dalam batas percakapan yang memahamkan.
Hal ini menunjukan afirmasi bahwa santri serba bisa, tidak terkecuali dalam kemampuan bahasa asing yang selama ini kerap diidentikan hanya fasih berbahasa arab.
Kedua, bagaimana sejarah panjang perjuangan NU dalam mewarnai sejarah bangsa Indonesia, termasuk saat benturan dengan rezim Soeharto di masa Orde Baru. Hal ini akan membuat kita sedikit banyak mengetahui sikap politik yang diambil Gus Yahya dalam relasi Nu dengan dunia "Politik Praktis".
Ketiga, kejelian humornya, nyaris menandingi stnad-up Comedian profesional. Humornya menceritakan kembali omongan Gus Dur tentang dua orang yang hanya bisa lulus kuliah jika kampusnya terbakar adalah jenius sekaligus genuine. Anda harus melihatnya sendiri agar tahu kualitas humor Gus Yahya (https://www.youtube.com/watch?v=nYAV4DNJfro). Selera humor selalu bisa disandingkam dengan kualitas intelektual seseorang.
Keempat, ini yang ingin saya bahas lebih lengkap dan mendalam, kisah pengkaderannya bersama Gus Dur. Kiyai asal Rembang ini banyak mengisahkan hubungan penkaderannya dengan Gus Dur di berbagai kesempatan. Orasi ilmiah di Uin Sunan Kalijaga menjadi tempat Gus Yahya menjelaskan sosok Gus Dur sebagai orang yang mencegahnya berbelok ke aliran islam ekstrimis.
"He (Gus Dur) in manyways then open my eyes about the reality, and about what is realisticly posible."
Gus Dur menurut Gus Yahya dalam banyak hal berhasil membukakan matanya terhadap realita sosial yang sedang berlangsung di masa mudanya. Gus Dur juga menunjukan terkait bagaimana perjuangan yang secara realistis bisa ditempuh.
Pesan ini menunujukkan bagaimana seharusnya proses pengkaderan yang perlu dilakukan pemimpin kepada anggotanya. Pertama menjelaskan realita sosial yang sebenarnya terjadi, menggunakan berbagai analisa dan pendekatan.
Hal ini memungkinkan permasalahan-permasalahan publik yang berakar pada masalah struktural dipahami lebih banyak orang yang sebelumnya mengganggap hal tersebut sebagai permasalahan personal yang domestik.
Kondisi ini memungkinkan gairah perjuangan secara kolektif lebih mudah terbangun.
Hal yang lebih penting adalah memberikan opsi keterlibatan kita dalam melakukan aksi kolektif, yaitu mencapai suatu kondisi yang secara realistik bisa dicapai. Hal ini cukup baru dan menyegarkan serta patut dicoba, selama ini banyak pengkaderan yang menawarkan solusi pecapaian kondisi yang ideal, yang secara realistis sulit dicapai.
Hal ini jika diimplementasikan dalam setiap tingkatan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama, melalui setiap lembaga yang dimilikinya, bahkan Badan Otonomnya (Banom) tentu memungkinkan menjadikan NU melakukan perubahan sosial secara radikal. Bisa memberi sumbangan besar dan dampak nyata. Apalagi jika dikombinasikan dengan hasil-hasil dari Halaqah Fiqih Peradaban yang telah diselenggarakan.
Terakhir, empat hal ini bukan berarti hanya ini pelajaran yang bisa diambil dari orasi ilmiah Gus Yahya, melainkan barangkali potongan kecil yang secara realistis lebih mudah dipahami dan bisa dilaksanakan anggota jamaahnya di jajaran lebih bawah.
Gelar Honoris Causa adalah gelar kehormatan, penerimanya dianggap telah berkontibusi besar dan nyata dalam bidang tertentu. Sebagai santri kita harus turut bangga dan harus mau dan berusaha mampu meneladani apa yang telah KH. Dr. (H.C.), Yahya Staquf lakukan demi menyebarkan ajaran nilai islam kepada peradaban Indonesia, bahkan peradaban dunia.
Penulis : Ahmad Muqsith
#Lakpesdam NU